Penobatan Karna Sebagai Raja Anga

Drona merasa masa pendidikan para pengeran Hastina sudah berakhir karena semua ilmu dan keahlian yang ia miliki telah diajarkannya. Untuk menunjukkan ilmu yang telah dikuasai oleh para pengeran maka Drona bermaksud mengadakan acara pertunjukkan terbuka untuk umum di alun-alun istana. Dalam acara ini seluruh rakyat Hastina bisa hadir menyaksikan keahlian para pangeran mereka.

Drestarasta dan Bhisma setuju dengan rencana guru Drona. Maka persiapan acara pun dilakukan. Alun-alun istana ditata dan dihias sedemikian rupa dan berbagai peralatan disiapkan untuk menunjukkan ilmu para pandawa dan Korawa. Seluruh rakyat menyambut antuasias acara tersebut dan tak sabar melihat kemampuan para pangeran idola mereka.

Pada hari yang telah ditentukan pertunjukan pun dimulai. Setelah acara pembukaan yang meriah maka para pangeran pun siap menunjukkan kemampuan terbaik mereka. Pertama Bhima dan Duryodana menunjukkan kemampuannya begulat dan juga menggunakan senjata Gada. Duryodana yang terbawa emosi bertarung dengan segala kemampuan nya berusaha melukai Bhima. Namun Bhima bisa mengimbangi setiap serangan yang membabi buta dari Duryodana.

Dretarasta yang buta tidak mampu melihat putranya bertarung lalu bertanya kepada Widura apakah Duryodana bisa mengalahkan Bhima putra Pandu. Widura menjelasakan kalau Duryodana dan Bhima sama-sama kuat. Drestarasta begitu sayang kepada Korawa sehingga ia selalu membela para Korawa. Ia ingin Duryodana dan adik-adiknya selalu unggul dari keponakannya para Pandawa.

Melihat pertarungan menjadi semakin berbahaya, Guru Drona kemudian menghentikan pertarungan Duryodana dan Bhima. Rakyat bersorak-sorai gembira melihat kemampuan bertarung Kedua pangeran Hastina tersebut. Sebagian menyerukan nama Bhima sebagian lagi meneriakan nama Duryodana.

Melihat pertarungan antara Bhima dan Duryodana, Dewi Kunti merasa cemas akan masa depan kelima putranya. Ia masih ingat bagaimana Duryodana pernah berniat meracuni Bhima dan menenggelamkannya ke sungai. Dewi Kunti melihat hal buruk akan terjadi antara Putranya dan para Korawa keponakannya.

Setelah Bhima dan Duryodana, maka pangeran yang lain secara bergiliran menunjukkan kemampuan mereka. Dan tibalah giliran murid kesayangan Guru Drona yaitu Arjuna. Rakyat yang hadir pun sangat mengagumi Arjuna. Selain berwajah rupawan ia terkenal dengan kemampuan memanahnya yang tak ada tandingannya.

Dengan gagah Arjuna memasuki arena lalu memberikan penghormatan kepada Raja Drestarastra dan para tetua istana. Kemudian memberikan penghormatan kepada guru Drona. Setelah itu ia langsung menunjukkan berbagai keahlian dan teknik memanahnya. Semua yang hadir mengagumi keahlian Arjuna. Belum pernah ada kesatrya yang menunjukkan kemampuan memanah seperti yang dilakukan oleh Arjuna. Melihat rakyat banyak yang mendukung Arjuna, Duryodana merasa kesal dan iri karena di pihak korawa tidak ada yang menguasai ilmu memanah sehebat Arjuna.

Saat Arjuna tengah menunjukkan kemampuannya tiba-tiba terdengar suara ledakan senjata tanda tantangan untuk betarung. Rupanya suara senjata itu milik seorang kesatrya gagah yang mirip dengan Arjuna. Hanya saja ia berkulit agak gelap dan memakai anting di telinganya. Tanpa permisi kesatrya itu masuk ke dalam arena dan menantang Arjuna.

“Hanya seperti itukah kemampuan mu Arjuna? Aku bisa menunjukkan kemampuan yang lebih dari semua pertunjukkan mu tadi. Ayo kita bertarung Arjuna, biar semua tahu siapa yang lebih hebat diantara kita berdua!”

Guru Kripa yang mengerti tentang peraturan dan adat kerajaan lalu menyatakan bahwa seorang pangeran hanya boleh melawan kesatrya yang sederajat. Maka Karna harus menyampaikan asal-usulnya sebelum bertarung dengan Arjuna.

Saat itu pula munculah Adirata si kusir kereta ayah angkat Karna. Sambil bersimpuh kemudian Adirata berkata “Mohon ampun baginda dan para pangeran, maafkan atas kelancangan putra hamba Karna”.

Melihat peristiwa ini, Bhima lalu datang mengejek Karna. “Hei anak kusir, berani-berani nya kau menantang Arjuna Pangeran Hastina. Lebih baik kau urus kuda dan keretamu sana!”

Ejekan Bhima membuat telinga Karna panas. Namun ia tak mampu membalasnya.

Lalu munculah Duryodana ke dalam arena. Sejak tadi ia memperhatikan Karna dengan cermat. “Wahai tuan, aku Pangeran Duryodana, mulai sekarang kau adalah sahabat sekaligus saudaraku”.  Aku tak memandang dari mana asal-usul mu, dengan kemampuan memanahmu Dewata pun akan takut melwanmu. “Dan apabila karena peraturan dan adat menghalangi Karna sahabatku dapat melawan Arjuna, maka aku memohon kepada Baginda Raja Drestarastra agar hari ini juga menobatkan Karna sebagai Raja Anga.”

Dresatarastra yang sanagat mencintai putranya mengabulkan permohonan Duryoadan. Saat itu juga Karna diangkat menjadi Raja kerajaan Anga. Karna tak menyangka nasibnya akan seperti ini. Ia berterima kasih kepada Duyodana yang telah mengangkat derajatnya. “Pangeran Duyodana yang dermawan, aku berjanji akan membayar budi baik mu sepanjang hidupku. Aku Karna akan selalu setia kepadamu”.

Dewi Kunti dari awal kedatangan Karna kaget dan curiga jika pemuda tersebut adalah putra pertamanya. Namun ia hanya bisa menyimpannya di dalam hati. Ia semakin cemas ketika melihat Karna telah menjadi sahabat Duyodana dan melihat benih-benih permusuhan antara Pandawa dan Karna. Dewi Kunti pun tak mampu menahan kecemasannya dan jatuh pingsan.  Dan karena Kejadian ini Bhisma meminta Drestarasta untuk menghentikan acara pertunjukkan. Bhisma pun melihat perpechan diantara Pandawa dan Korawa semakin memanas setelah penobatan Karna.